Toxic Friend
Daniella hanya bisa menggeleng
heran melihat tingkah Alexa yang semakin menjadi-jadi. Alexa memang orang kaya,
uang adalah hal mudah baginya karena dia bisa mendapatkannya dengan mudah dari
ayah ibunya yang jadi pengusaha. Tapi sikap Alexa kadang tak bisa ditoleransi
Daniella.
Kabar burung mengatakan Alexa
masuk universitas ini bukan mengandalkan otak, tapi mengandalkan uang. Menjadi
bagian dari Universitas Angkasa Luhur Nusantara adalah sebuah kebanggaan bagi
siapapun yang menjadi bagian di dalamnya, termasuk Alexa. Jadi, kedua orang
tuanya bersedia membayar berapapun agar anak mereka bisa menjadi mahasiswa di
universitas itu.
Lain dengan Daniella, seorang
anak dari keluarga sederhana. Dia memang memiliki otak yang encer,
sayangnya tak mempunyai cukup uang untuk menyekolahkannya di universitas
bergengsi itu. Daniella tak pantang menyerah. Dia menggunakan jalur beasiswa
dari pemerintah agar dia bisa melangkah menuju universitas impiannya.
Jurusan Administrasi Bisnis
adalah pilihan mereka berdua. Karena Alexa lulusan dari Sekolah Menengah Umum
jurusan Bahasa, mata kuliah yang berhubungan dengan bisnis bukanlah hal mudah. Berbeda
dengan Daniella yang lulusan dari Sekolah Menengah Kejuruan jurusan Bisnis dan
Pemasaran. Dia lebih mudah memahami mata kuliah yang diberikan. Tak heran kalau
tiap tugas bisa diselesaikan dengan mudah oleh Daniella.
Melihat Daniella yang selalu
mendapatkan nilai bagus, Alexa mulai mendekatinya, mengajaknya menjadi teman
baik. Dia sering mengajak Daniella ke kafe dengan alasan mengerjakan tugas
kuliah. Dia sengaja sering mentraktir Daniella, namun berujung dia meminta
Daniella mengerjakan tugas kuliah yang tidak bisa dikerjakannya sendiri. Dengan
terpaksa Daniella membantunya karena perasaan tidak enak hati.
Hari terus berganti hingga di
suatu hari Daniella merasa lelah dengan sikap Alexa. Dia coba membuat jarak
diantara mereka. Saat Alexa memintanya mengerjakan tugas, Daniella menolaknya
dengan halus dengan alasan dia masih sibuk mengerjakan tugasnya sendiri. Tapi
lagi dan lagi, Alexa mendekatinya dengan berbagai cara agar Daniella mau
mengerjakan tugasnya.
Erika dan Yuki, yang menjadi
sahabat Daniella sejak OSPEK, geram melihat tingkah polah Alexa. Mereka ingin
membantu Daniella tetapi belum tahu cara yang tepat untuk menjauhkan Alexa dari
Daniella. Suatu hari Yuki mengajak Erika dan Daniella ke tempat kosnya untuk
mengerjakan proyek tugas mereka. Kebetulan mereka bertiga satu kelompok.
Tiba-tiba, Alexa menelepon Daniella. Daniella mengernyitkan dahi dan memandang
kedua sahabatnya. “Alexa?” tanya Yuki. Daniella mengangguk. “Biarin aja, paling
juga minta tugasnya kamu yang kerjakan. Enak aja, kita kuliah biar pintar. Apa
gunanya kuliah kalau tugas selalu dikerjakan orang lain,” kata Erika. “Iya tuh,
mentang-mentang duitnya banyak, enak banget nyuruh-nyuruh orang,” imbuh Yuki
kesal. “Gimana ini?” tanya Daniella sambil memandangi HPnya yang terus berdering.
“Silent aja,” kata Erika sambil tertawa. “Tapi kasihan loh,” Daniella masih
bimbang. “Aduh kamu ini. Gak usah dipikirin. Silent aja. Yuk kita kerjakan tugas
biar cepat selesai,” ajak Yuki yang sedari tadi geram. Erika tertawa melihat Daniella
yang sering melirik HPnya, dia pun mengalihkan perhatian Daniella agar tidak
terus-menerus merasa bersalah. Hari itu, tugas mereka pun selesai.
Siang itu Alexa mendekati
Daniella saat mereka hanya berdua di kelas. Daniella bersiap pulang dan
terkejut Alexa sudah di belakangnya. “Kenapa kamu gak mengangkat teleponku?”
tanya Alexa kesal. “Eh sorry, aku sibuk banget kerjakan tugas, jadi HP aku
silent,” jawabnya sambil sibuk mencari alasan. “Kamu sengaja menghindari aku?”
tanya Alexa. “Menghindar? Buat apa?” tanya Daniella pura-pura tak mengerti. “Alaaaa….jangan
pura-pura. Kamu kan ngerjakan tugasku gak gratis, aku bayar kamu kok. Gak usah
sok paling pinter gitu lah.” Nada suara Alexa meninggi. Daniella hanya diam,
tak tahu harus menjawab apa atau bereaksi bagaimana. Dia hanya menyanklong tas
ranselnya, “Sorry Lex, aku sedang ada keperluan. Aku pulang dulu,” katanya
sambil melangkah ke luar kelas. Alexa sangat kesal.
‘Kamu kan ngerjakan tugasku
gak gratis, aku bayar kamu kok’, kalimat itu berputar berulang-ulang di kepala
Daniella. ‘Oh jadi gitu caramu?’ Lama-lama Daniella kesal dengan kalimat itu. ‘Oke,
baiklah. Aku akan mulai menghindarimu’, janjinya.
Sore itu, Alexa mengobrol di
taman kampus bersama beberapa orang temannya. Sepertinya mereka circle
teman baru Alexa. Mereka tertawa-tawa dalam gosip mereka yang hangat. “Kalian
tahu, Daniella yang katanya pintar itu ternyata tukang ‘malak’ orang. Dia itu
kan masuk ke sini lewat jalur beasiswa, pasti keluarganya dari keluarga yang
nggak punya. Dia itu sering nawarin aku kerjakan tugas, jadi joki gitu
biar dapat uang buat kebutuhannya. Itu juga aku masih bayarin dia makan di kafe
yang dia pilih. Kurang ajar nggak?” Teman-temannya berkomentar, “Masa sih dia
kayak gitu? Dia itu kan pendiam, pinter juga, masa kayak gitu? Serius Lex?” “Aaaa….itu
kan kalian nggak tahu aja, beda banget sama yang terlihat di kampus. Dia kalau
ngajak aku ke kafe kan berdua aja.” Gosip itu terdengar oleh Erika yang
langsung emosi mendengarnya. Ingin rasanya Erika menghajar Alexa yang sudah
menyebarkan fitnahan itu, tapi dia berusaha meredam kegeramannya.
Siang itu ketika Erika, Yuki dan Daniella sedang makan siang di kantin, Erika menceritakan fitnah yang disebarkan Alexa itu. Telinga Daniella terasa panas, dia marah karena cerita itu sudah pasti tidak benar. Erika dan Yuki menyuruh Daniella untuk menjaga jarak dari Alexa.
Waktu berlalu dan hasil ujian semester 2 pun diumumkan. Daniella dan kedua sahabatnya sangat senang karena mereka berhasil mendapatkan IP di atas 3,0, tapi Alexa dengan sangat terpaksa harus mengulang beberapa mata kuliah karena mendapatkan nilai yang rendah. Teman-temannya pun akhirnya sadar bahwa cerita buruk tentang Daniella hanyalah fitnah yang disebarkan Alexa karena kekecewaannya pada Daniella. Mereka pun meminta maaf pada Daniella.
Komentar
Posting Komentar