Cinta Harus Berakhir
Melanie agak sedih harus
menjalani long distance relationship dengan Rendi, tapi harus bagaimana
lagi? Rendi mendapatkan program beasiswa untuk kuliah S1 nya di Yogyakarta dan
Melanie harus kuliah di Malang.
“Aku gak akan berpaling hati.
Semampuku untuk selalu berkomunikasi sama kamu. Ya, kalo aku gak hubungi
berarti lagi sibuk, ya,” kata Rendi saat Melanie mengantarnya di Stasiun Kota
Baru. Melanie memeluk manja Rendi. Rendi mencium keningnya, “Kamu jaga
kesehatan,” katanya sebelum melangkah menuju gerbang pemeriksaan karcis.
Melanie pasti merasa sedih. 2 tahun selalu bersama Rendi dan mulai hari ini
mereka harus terbiasa LDR.
Sebulan, dua bulan pun
berlalu. Komunikasi mereka tetap baik. Melanie selalu menanyakan kegiatan Rendi
hari itu dan mereka selalu berbagi cerita. Tapi sejak bulan ketiga semua
berubah. Komunikasi mereka mulai berkurang. Mereka sama-sama sibuk dengan tugas
dan deadline. Kadang Rendi tak segera membalas pesan Melanie, begitupun
Melanie. Dia terkadang lupa menanyakan kegiatan Rendi hari itu.
Dari hari ke hari, hubungan
mereka menjadi renggang. Melanie merindukan Rendi yang biasanya sangat perhatian.
Rendi seakan tenggelam dengan kesibukannya sebagai mahasiswa. Pesan-pesan Melanie
terkadang tidak dibalas, dan itu membuat Melanie meragukan kesetiaan Rendi.
Sore itu tiba-tiba Rendi ada
di teras rumah Melanie yang pasti membuat Melanie terkejut. Melanie sangat
senang dengan kehadiran Rendi. Dipeluknya orang yang selama berbulan-bulan di
rindukannya. Namun ada yang aneh pada Rendi, dia tak seperti biasanya. Melanie
melepaskan pelukannya dan menatapnya dengan tajam, “Ada apa?”
Rendi meminta Melanie duduk,
lalu dia berkata, “Aku rasa kita harus menyudahi hubungan kita.” Melanie
terkejut, “Maksudmu? Kamu punya pacar lain?” Nadanya menahan marah. Rendi
menggeleng. “Orang tuaku,” jawabnya. “Kenapa dengan orang tuamu?” tanya Melanie
masih bernada marah. “Kedua orang tuaku tidak setuju hubungan kita,” jawabnya. “Kenapa
baru sekarang kamu katakan? Kenapa bukan di awal kita pacaran?” Rendi menunduk.
“Aku baru menceritakan tentang hubungan kita dua bulan lalu dan mereka tidak
menyukainya. Mereka memintaku untuk fokus kuliah lalu melanjutkan kuliah S2 di
luar negeri. Mereka menganggap hubungan kita akan mengganggu kuliahku.” Melanie
menatapnya, “Apakah menurutmu hubungan kita memang mengganggu kuliahmu?” tanya
Melanie kecewa. “Aku tidak bisa menolak keinginan kedua orang tuaku. Maafkan
aku,” kata Rendi. Melanie hanya terdiam, air mata telah membasahi pipinya. Tak
berapa lama, Rendi pun berpamitan pulang. Dia mencoba memeluk Melanie tapi
Melanie menolaknya. Hatinya hancur karena perkataan Rendi.
Kata-kata Rendi seakan menusuk
hatinya. Rasanya sakit sekali. Melanie menyayangkan kenapa setelah lebih dari
dua tahun Rendi lalu mengatakan semua ini, di saat Melanie menyayangi dan
mencintainya? Berhari-hari Melanie meratapi nasib cintanya.
Sekian bulan kemudian, seorang
teman cowok di kampus Melanie mencoba mendekatinya, tapi Melanie berusaha menjauh.
Agaknya cowok ini menyukai tantangan. Semakin Melanie menjauh, semakin keras
dia mengejar. Entah bulan yang keberapa, Melanie akhirnya mau menjalin pertemanan
dengannya. Namanya Aldo, seorang mahasiswa jurusan Akuntansi. Dia mencoba
memahami sifat Melanie yang moody, dan perlahan mereka saling memahami.
Suatu hari, Melanie
memberanikan diri menceritakan apa yang terjadi padanya dan Rendi. Aldo
mendengarkannya dengan sangat perhatian, “Jadi, kamu trauma dengan kejadian
itu?” tanyanya. Melanie mengangguk. “Aku tak ingin merasa dipermainkan. Aku tak
ingin ditolak di saat aku sudah mulai menyayangi dan mencintai,” jawab Melanie.
Aldo sangat memahaminya. Dia
tak berusaha buru-buru menjalin hubungan yang lebih jauh, setidaknya Melanie
nyaman bersamanya, itu sudah cukup. Mereka selalu terlihat bersama, tertawa
bersama. Bagi Melanie, Aldo telah berusaha menyembuhkan luka hatinya.
Komentar
Posting Komentar