The Mirror House
Malam itu Taman Orchid ramai
sekali. Kota Chestnut Grove sedang merayakan ulang tahun kota yang ke 75 tahun.
Pak Walikota mengadakan Bazar dan Pasar Malam untuk warga selama 1 minggu dan semua
orang bergembira.
Salah satu wahana yang menarik
di Pasar Malam itu adalah The Mirror House. Di dalam ruangan yang tidak terlalu
luas itu terdapat puluhan kaca yang tertata seperti Labirin. Banyak orang yang
penasaran dengan wahana ini dan mereka ingin merasakan sensasinya. Apa itu?
Sulit mencari jalan keluar….hahahahaha…. Tetapi, cermin dalam “The Mirror
House” adalah cermin ajaib yang bisa menunjukkan masa depan orang yang
melewatinya.
Dari banyaknya orang yang
penasaran adalah Ethan dan Eullore. Mereka adalah kakak beradik. Ethan adalah
anak laki-laki berumur 20 tahun, dan Eullore adalah anak perempuan berumur 15
tahun.
“Kak, aku ingin ke The Mirror
House. Aku tidak pernah ke wahana seperti itu, boleh ya kak?” pinta Eullore
pada Ethan. Setelah berpikir sebentar, Ethan pun menyetujuinya.
Setelah membeli tiket masuk
seharga masing-masing 2 dollar, Ethan dan Eullore masuk di ruangan yang lumayan
terang. Mereka masuk dan melangkah pelan sambil memperhatikan cermin yang
terpasang. Mereka terkejut ketika masuk ke segmen pertama, mereka tidak melihat
bayangan diri mereka, tetapi bayangan anak kecil. Anak laki-laki sekitar 7
tahun dan anak perempuan sekitar 2 tahun. Posisi keduanya seperti Ethan saat
itu yang sedang menggandeng tangan adiknya. Dalam bayangan cermin itu, mereka
berdua terlihat bahagia dan senyum menghiasi wajah mereka. Sambil berjalan
pelan, Ethan dan Eullore masuk ke segmen lain dari ruangan “aneh” itu. Di
segmen kedua, mereka menemukan bayangan diri anak laki-laki berumur sekitar 15
tahun dan adiknya sekitar 10 tahun. Wajah mereka tidak seceria sebelumnya. Ada
raut cemas di wajah anak laki-laki itu, tapi ekspresi yang berbeda terlihat
pada si anak perempuan. Wajahnya tetap ceria seperti sebelumnya.
Saat mereka masuk ke segmen
ketiga, mereka melihat bayangan persis seperti mereka saat itu, di usia mereka
saat itu. Ethan tertegun. “Eullore, aku pikir cermin-cermin itu seperti
perjalanan hidup kita sejak kita masih kanak-kanak. Mungkin segmen berikutnya
adalah saat kita dewasa dan tua,” kata Ethan. “Sepertinya begitu kak. Kok bisa
begitu ya?” tanya Eullore heran. “Aku pun tak mengerti, tapi aku penasaran
dengan wajah kita di saat kita dewasa dan setelah kita tua,” lanjut Ethan.
Eullore lalu menarik tangan kakaknya, “Ayo kak, kita lihat segmen berikutnya.”
Benar saja. Di segmen ketiga
mereka melihat bayangan dua orang dewasa lengkap dengan baju kerja mereka dan
di segmen berikutnya terlihat seorang kakek dan seorang nenek yang terlihat
bahagia. Ekspresi wajah Ethan dan Eullore pun bahagia, nampaknya mereka lega
mengetahui ramalan perjalanan mereka di masa depan.
Setelah mereka keluar dari
wahana itu, Ethan berkata pada Eullore, “Meskipun kita tahu bagaimana ramalan
nasib kita di masa depan, kita masih harus kerja keras untuk meraih
keberhasilan. Kita tidak boleh menganggap apa yang sudah kita lihat sebagai
sebuah kepastian. Bisa saja kalau kita malas bekerja, maka nasib kita akan
menjadi buruk.” Eullore berpikir sebentar, “Benar juga ya kak, kita tidak boleh
menganggap ramalan sebagai kepastian yang menjamin hidup kita akan seperti itu.
Jika kita tidak berusaha, justru kita akan mendapatkan nasib buruk.” “Nah …
benar sekali.”
Malam itu, Ethan dan Eullore
menghabiskan waktu berdua di Pasar Malam, menikmati banyak wahana permainan,
makanan, dan banyak lagi lainnya. Suasana semakin meriah dengan kembang api
yang mewarnai langit malam Kota Chesnut Grove.
Komentar
Posting Komentar